PENDIDIKAN DASAR
Khususnya sekokah dasar (SD), wajib
hukumnya. Artinya, semua anak dalam rentang usia tertentu harus melaksanakan
kewajiban belajar. Ibu-ayah memiliki tanggung jawab untuk mengirim anaknya
bersekolah dan dapat dikenai tindakan jika ibu-ayah sampai gagal melaksanakan
kewajiban ini.
Tentunya, untuk masuk SD, ananda
perlu dipersiapkan lebih dahulu. Kalau ibu-bapak diajukan pertanyaan, “Apa yang
Ibu-Bapak siapkan untuk ananda yang akan masuk SD?” Berbagai jawaban pun
muncul, dari membiasakan bangun pagi, menyiapkan pakaian, membelikan alat tulis
dan buku, membelikan seragam, dan lainnya. Namun jawaban yang paling banyak,
biasanya adalah “menyiapkan ananda supaya bisa membaca, menulis, dan
berhitung”. Jawaban ini muncul karena kebanyakan orangtua beranggapan, untuk
masuk SD sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung. Ada juga yang
berpandangan, di SD itu hanya mau menerima anak (murid) yang sudah bisa
membaca, menulis, dan berhitung.
Cobalah simak perbincangan ibu-ibu di
suatu TK yang sedang menunggui anaknya. Begitu seorang ibu tahu anaknya
sebentar lagi akan masuk SD, maka pertanyaan yang muncul dari ibu-ibu lain
adalah, “Wah, anaknya sudah bisa baca, tulis, dan hitung, ya?”
Memang, tidak dapat disangkal bahwa
kemampuan membaca, menulis dan berhitung amat dibutuhkan di SD. Namun,
mempersiapkan ananda untuk menekuni pendidikannya di SD bukanlah semata-mata ia
sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung saja, karena sebenarnya masih
banyak lagi kemampuan lain yang perlu dipersiapkan sebelum anak masuk SD.
Sikap-sikap seperti tidak bergantung pada ibu atau nenek atau si mbak yang
menunjukkan bagaimana kemandirian ananda; mau berbagi dengan teman; mau
bersosialisasi alias bergaul dengan teman lain; tidak malu; dan lain-lainnya,
justru lebih diperlukan oleh ananda yang akan masuk SD. Jadi, agar ananda siap
masuk SD, diperlukan kesiapan dalam seluruh aspek perkembangannya, dari fisik,
kecerdasan, sosial-emosional, hingga bahasa.
Buku ini disusun sebagai panduan bagi
para orangtua—bukan hanya ibu, tetapi juga ayah—untuk mempersiapkan ananda
tercinta yang akan masuk SD. Diharapkan setelah membaca buku ini, ibu dan ayah
menjadi tahu, apa saja yang harus dilakukan agar ananda siap masuk SD. Dengan
begitu, ketika tiba saatnya masuk SD, ananda benar-benar sudah siap dan—yang
penting pula—kelak ananda pun menjadi senang belajar di SD.
CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
Sebelum ibu-ayah memahami apa yang
harus dipersiapkan untuk ananda yang akan masuk SD, baiklah kita ketahui dulu
ciri-ciri anak usia SD.
Anak usia SD umumnya dikenal pula
dengan sebutan anak usia sekolah. Sebagian besar dari kita paham, ditinjau dari
usia, seorang anak akan masuk SD jika ia sudah mencapai usia 7 tahun. Di usia
ini biasanya anak telah memiliki kesiapan untuk masuk SD atau memiliki
kematangan sekolah. Namun, pada kenyataannya, tidak semua anak usia 7 tahun
sudah siap masuk SD. Mengapa? Karena, kesiapan anak untuk bersekolah, ternyata
tidak hanya dilihat dari sisi anaknya saja, melainkan juga sisi keluarga,
terutama kesiapan orangtuanya.
Ibu dan ayah harus siap untuk melepas
anaknya yang akan bersekolah. Jika ibu-ayah takut melepas ananda untuk sekolah,
berarti ibu-ayah belum siap untuk menyekolahkan ananda. Begitu pula jika
ibu-ayah melepas tanggung jawab dengan menyerahkan semua urusan ananda kepada
sekolah, sebenarnya menunjukkan ibu-ayah tidak siap melepas ananda bersekolah.
Di sisi lain, ibu-ayah juga tidak bisa selalu melayani ananda sampai-sampai
ananda tidak bisa berbuat apa-apa atau tidak tahu harus berbuat apa karena
biasanya dia sudah tahu beres akan kebutuhannya sebab sudah biasa dibantu
orangtua atau keluarganya.
Selain lingkungan keluarga,
lingkungan di sekitar anak juga turut memberikan sumbangan terhadap kesiapan
anak memasuki dunia sekolah. Keadaan ini bisa dimengerti karena bagaimana
interaksi atau hubungan anak dengan lingkungan teman sebaya maupun orang dewasa
lain, dapat memengaruhi perkembangan dirinya. Coba tengok si Budi, anak
keluarga Pak Eddy yang berusia 4 tahun. Di lingkungan rumahnya, Budi memiliki
banyak teman dan bersama teman-temannya itu, Budi suka suka bermain sepeeda
meskipun masih roda 4. Ketika bertemu dengan orangtua dari temannya atau orang
dewasa lain, Budi selalu menyapa, “Selamat pagi, Pak.” atau “Selamat pagi, Bu.”
Ketika diajak ke pasar, Budi juga suka bertanya pada tukang sayur, “Pak, ini
jualan sayur apa?”; “Kalau sayuran wortel seperti apa?”
Keunggulan Budi yang memiliki banyak
teman dan tidak malu untuk menegur orang dewasa kenalan ibu-ayahnya, merupakan
“buah” dari kebiasaan ibu-ayah yang suka mengajak Budi untuk berkenalan dengan
lingkungan sekitar rumahnya. Selain juga, juga ibu-ayah kerap memberikan contoh
dan kesempatan bagaimana bertanya dan berbicara dengan orang lain. Tak heran
bila akhirnya kemampuan berbicara Budi perkembangan interaksi anak di luar
lingkungan keluarganya turut membantu perkembangan dirinya juga mengalami
perkembangan yang baik. Begitu pun dengan jawaban yang diberikan oleh Budi atas
pertanyaan dari teman-teman maupun orang lain di sekitarnya, ikut meningkatkan
kemampuan bahasa dan pergaulan (interaksi) Budi dengan lingkungannya.
Kemampuan berbahasa dan berinteraksi
sebagaimana yang dimiliki Budi merupakan kemampuan yang nantinya dapat
menyumbang kesiapan anak untuk masuk sekolah. Dengan demikian, selain
perkembangan bahasa dan sosial, perkembangan fisik, emosional, serta kecerdasan
(yang banyak berkaitan dengan kemampuan berpikir), juga memberikan sumbangan
bagi kesiapan anak untuk sekolah.
Dari apa yang diutarakan di atas tampak
bahwa usia bukan merupakan satu-satunya hal yang menentukan kesiapan atau
kematangan seorang anak. Oleh karena itu ketika kita mulai memikirkan si kecil
untuk masuk SD, maka kita perlu memahami ciri-ciri dari anak yang siap untuk
sekolah.
CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
1.
Dari perkembangan fisik:
1) Anak dapat meniti. Kalau berjalan di
titian, ia tidak jatuh karena sudah lebih bisa mengontrol keseimbangan dirinya.
2) Anak dapat memegang alat tulis dengan
benar, misalnya ketika ia menulis atau menggambar sesuatu. Perhatikan tahapan
bagaimana anak memegang alat tulis.
3) Anak mulai bisa memusatkan
pandangannya pada benda-benda kecil. Itulah sebabnya anak dapat
mengoordinasikan mata dan tangannya. Misal, anak bisa mengancingkan baju
sendiri, menyusun balok-balok, atau memasukkan balok sesuai dengan bentuknya.
2.
Dalam menggambar,
Anak dapat membuat coretan-coretan
yang lebih bermakna. Gambaran yang tadinya hanya garis-garis tidak beraturan
sudah dapat dibuat dalam bentuk tertentu seperti orang, rumah, mobil, roda, bunga,
dan lainnya.
3. Ketergantungan pada ibu-ayah atau
orang dewasa lain mulai berkurang.
4. Anak mulai mandiri dan menunjukkan
rasa tanggung jawabnya. Contoh, anak bisa makan sendiri, habis bermain
membereskan mainan sendiri, dan bisa mandi sendiri meskipun belum bersih betul.
5. Anak sangat menyukai kegiatan yang
dipilih sendiri dan ia sangat menikmatinya.
6. Anak mulai bisa lebih berkonsentrasi
dan Anak sudah dapat memusatkan perhatiannya, koordinasi mata dan tangan sudah
lebih baik memusatkan perhatiannya pada suatu hal.
7. Itulah sebabnya dalam mengerjakan
sesuatu anak terlihat lebih tekun.
8. Anak dapat berbagi dan bermain
bersama-sama dengan temannya.
9. Contoh, waktu bermain balok-balok,
anak bisa bermain bersama-sama dengan temannya membangun sesuatu.
10. Anak senang berbicara, pertanyaan
anak juga sudah lebih rumit.
Pertanyaan yang diajukan tidak lagi
menggunakan kata tanya “apa”, tetapi sudah berkembang menjadi “mengapa”.
Contoh, “Ayah, mengapa ayam kalau dari
Anak sudah bisa berbagi jauh menjadi
kecil?” Anak juga cepat tanggap jika ada hal-hal yang bertentangan dengan apa
yang sudah ibu-ayah ucapkan, “Kata Ibu, sebelum makan harus cuci tangan dulu,
tapi kok Ayah boleh makan padahal belum cuci tangan?”
PANDUAN MENYIAPKAN ANAK MASUK SD
Dengan melihat ciri-ciri kesiapan anak
masuk SD, inilah yang perlu dilakukan ibu-ayah agar ananda siap masuk SD.
- Sering mengajak anak berkunjung
ke lingkungan di luar rumah, agar anak terbiasa dengan berbagai lingkungan
yang ada, misalnya diajak ke pasar, ke warung, ke rumah bu RT. Dorong ananda
untuk berkenalan dan minta ia memerhatikan kegiatan yang sedang dilakukan
di pasar atau warung, dan sebagainya.
- Tanyakan pada anak, apa yang
telah dilakukannya di hari itu. Hargailah setiap jawaban anak. Hindari
pertanyaan yang diajukan bertubi-tubi karena akan membuat anak kesal dan
akhirnya tidak mau bercerita. Contoh, “Adik sedang apa? Tadi waktu Ibu ke
pasar, Adik menangis tidak? Besok Adik mau ikut Ibu dan Bapak ke rumah
Eyang?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini membuat anak bingung; dia belum
menjawab satu pertanyaan, eh sudah diajukan lagi pertanyaan lain.
- Berkunjung ke SD yang ada di
dekat rumah atau SD yang akan dituju kelak dan berkenalanlah dengan guru-guru
di sana. Hal ini berguna bagi anak agar tidak malu dan mudah menyesuaikan
diri dengan lingkungan baru. Kalau sering berkunjung dan berkenalan dengan
guru-guru di sana, anak pun akan terbiasa dengan lingkungan sekolahnya
kelak. Jika anak memiliki kakak di SD, tentu akan lebih mudah bagi
ibu-ayah untuk memperkenalkan lingkungan SD.
- Ajak anak untuk menyalurkan
kegiatan fisiknya secara lebih terarah, misalnya berlari, memanjat pohon,
meniti trotoar (pinggir jalan raya),
- Perbanyak kegiatan yang
menunjang perkembangan motorik halus seperti bermain tanah liat, membuat
tulisan di atas pasir atau tepung dengan menggunakan jari tangan, membantu
ibu menggiling adonan, membantu ibu memeras santan, dan lainnya.
- Tanamkan tanggung jawab dan
kemandirian kepada anak, seperti selesai makan membawa piring ke dapur
untuk dicuci ibu, membereskan mainan setiap kali selesai bermain, dan
lain-lain. Pada awalnya ibu-ayah memberikan contoh, kemudian melakukannya
bersama anak, selanjutnya biarkan anak melakukannya sendiri, sehingga lama
kelamaan akhirnya anak terbiasa dan tidak selalu minta tolong ibu-ayah
maupun orang dewasa lainnya
- Ciptakan kondisi belajar sambil
bermain sehingga anak terbiasa bahwa belajar itu menyenangkan. Contoh,
sambil mengajak anak ke pasar diperkenalkan nama sayuran dan warnanya, apa
bedanya dengan sayuran lain, dan seterusnya.
- Hargai setiap hasil karya anak.
Ketika anak menunjukkan hasil tempelan aneka daun-daunan di sebuah kertas,
katakan kepada anak, “Wah... bagus sekali hasil buatanmu, Nak. Ibu boleh
tahu tidak ini apa?”.Hal ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada
anak. Hindari perkataan seperti, “Mestinya bentuknya seperti ini...”
(sambil ditunjukkan caranya). Komentar seperti ini akan mengecilkan hati
anak dan membuat anak merasa tidak dihargai hasil karyanya, akhirnya anak
jadi malas untuk berkarya lagi.
- Jawablah setiap pertanyaan anak,
namun jika ibu-ayah tidak tahu, katakanlah secara terus terang, “Wah,
Nak...Ibu belum tahu kenapa kapal terbang bisa terbang.... Coba nanti kita
tanya Bapak, mungkin Bapak tahu jawabnya.”
- Boleh juga bila ibu-ayah mau
memperkenalkan anak dengan kegiatan menulis, membaca, dan berhitung untuk
membantu perkembangan kemampuan dasar anak. Akan tetapi lakukan melalui
kegiatan yang menyenangkan dan sambil bermain sebagaimana yang sudah
dijelaskan di atas. Misalnya, kegiatan menulis, “Ayo... sekarang membuat
titik-titik air hujan.”
Yang Harus Dihindari Oleh Ibu Dan Ayah:
- Memaksa anak belajar menulis,
membaca, atau berhitung di saat anak belum siap.
- Menuntut terlalu tinggi pada
anak. Misalnya, anak harus bisa menulis dengan rapi, sehingga jika terjadi
kesalahan, anak harus menghapus dan mengulangnya kembali sampai betul.
- Menyempurnakan hasil karya anak,
karena ibu-ayah tidak puas dengan hasil karya anak. Cara ini sungguh tidak
bijak, karena dapat membuat anak menjadi kecil hati.
PENUTUP
Memasuki pendidikan di SD memiliki
warna tersendiri dalam kehidupan suatu keluarga, terlebih jika ananda merupakan
anak pertama. Berbagai hal diupayakan pada anak agar ia berhasil masuk SD.
Sejauh ini kebanyakan orangtua hanya menganggap, untuk masuk SD, anak sudah
harus berusia 7 tahun serta sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Oleh karena itu, banyak orangtua menyiapkan anaknya ke arah kemampuan-kemampuan
tersebut. Padahal, harusnya tidak demikian, karena masih banyak kemampuan
lainnya yang juga perlu diasah agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan
maksimal.
Nah, agar ibu dan ayah dapat
memberikan bantuan yang juga maksimal kepada anak, maka ibu dan ayah dapat
membaca seri buku panduan yang lainnya, seperti Mengembangkan Kmampuan Dasar
Anak Mengenai Angka dan Konsep Matematik; Mengembangkan Kemampuan Awal Membaca
Anak Usia Dini; Anak Bertanya Orangtua Menjawab, dan lainnya. Selamat membaca
dan menyiapkan anak masuk SD!
Puji Lestari Prianto, M.Psi.
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Sumber
bacaan
Memilih
Sekolah Buat Si Kecil oleh Deasy Andriani. • Penerbit: Kanisius Yogyakarta,
Tahun 2008.
Pendidikan
Anak Prasekolah.oleh Soemiarti • Patmonodewo. Penerbit: Rineka Cipta Jakarta,
Tahun 2000.
Pendidikan
Anak di SD (buku materi pokok PGSD) oleh • Hera Lestari Mikarsa, Agus Taufik
dan Puji L Prianto. Penerbit: Universitas Terbuka Jakarta, Tahun 2007
Positive
Child Guidance oleh Darla Ferris Miller. • Wadsworth Cangage Learning Canada,
Tahun 2010
Fulfilling
Your Child’s Potential. A Guide to Effective • Parenting oleh Sherry Tian.
Armour Publishing Pte.Ltd Singapura, Tahun 2009
Mengembangkan
Bakat dan Kreativtas Anak Usia SD • oleh S Utami Munandar. PT Gramedia Jakarta
1985.
0 comments:
Post a Comment