Tema Parenting : (Orang Tua dengan Anak yang Berkebutuhan Khusus)
TANTANGAN BAGI ORANGTUA
Membesarkan
anak adalah sebuah tantangan. Ibu dan bapak memiliki peran yang sama di dalam
mengasuh anak-anak; peran yang saling melengkapi di dalam keluarga dalam
membantu anak mengembangkan identitas dirinya. Hal ini berarti, ibu dan bapak
perlu bekerja sama dalam memikul tanggung jawab yang seimbang agar anak-anaknya
tumbuh dan berkembang optimal (baik).
Ketika
ibu dan bapak mendapat karunia untuk membesarkan anak berkebutuhan khusus,
tentunya situasi yang harus dihadapi akan menjadi sangat jauh berbeda. Ada
dukungan yang harus lebih banyak diberikan, ada diskusi yang harus lebih sering
dilakukan, ada kerja sama yang pastinya harus dijalin, berusaha sekuat tenaga
untuk bisa menjadi model (contoh) yang baik, harus dapat menunjukkan rasa cinta
yang tulus dan lebih kepada pasangan dan anak-anak.
Sebuah
puisi indah yang bisa menjadi renungan
”100
tahun dari sekarang, tidak peduli berapa banyak uang di bank yang saya miliki,
jenis rumah seperti apa yang saya tinggali, dan juga jenis mobil apa yang saya
kendarai….
Tapi
dunia akan menjadi berbeda karena saya pernah menjadi bagian yang penting di
dalam kehidupan anak” (anonymous)
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Setiap
anak lahir dengan membawa potensi (kemampuan) di dalam dirinya yang harus
dikembangkan secara optimal, potensi-potensi itu adalah:
- Bahasa dan Bicara
- Kemandirian
- Sikap dan Perilaku
- Kecerdasan
- Keterampilan Bergerak
- Sosial Emosional
Melalui
pengasuhan, perawatan, pembimbingan, dan pendidikan (4P) pada anak yang
dilakukan secara bersamaan dan berkelanjutan akan membuat potensi-potensi
tersebut berkembang. Hanya saja, 4P pada anak menjadi tidak mudah jika anak
memiliki masalah atau gangguan dalam tahap perkembangannya yang biasa disebut
anak lambat berkembang (ALB) dan anak berkebutuhan khusus (ABK).
ALB
adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan, satu atau dua aspek
perkembangannya tidak sama dengan anak pada umumnya. Dengan kata lain, ALB
adalah anak yang pada waktu dilakukan pemeriksaan perkembangan mengalami
keterlambatan 1—2 aspek perkembangan dari tingkat umur.
ABK
adalah anak yang mengalami keterlambatan lebih dari dua aspek perkembangan dan
lebih dari satu tingkat umur atau anak yang mengalami penyimpangan. Gangguan
dan hambatan dalam beberapa aspek tersebut adalah:
- Fisik (tunanetra, tunarungu, tunadaksa).
- Bahasa dan komunikasi (tunarungu, anak dengan
gangguan komunikasi).
- Emosi dan perilaku (tunalaras).
- Sensorimotor (tunadaksa).
- Intelektual (tunagrahita).
- Bakat (umum dan khusus).
- Autisme.
- Gangguan belajar (learning disabilities).
Dengan
demikian, ABK membutuhkan layanan pendidikan khusus. ABK membutuhkan metode,
materi pembelajaran atau kegiatan, pelayanan dan peralatan yang khusus agar
dapat mencapai perkembangan yang optimal, karena anak-anak ini mungkin akan
belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan cara yang berbeda.
BERI SEBUTAN YANG BERMARTABAT
Walaupun
ABK memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak secara umum,
namun mereka harus tetap mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Langkah
pertama yang bisa dilakukan adalah memberikan sebutan yang bermartabat kepada
mereka.
Penyebutan
bagi ABK telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Penerimaan akan
penyebutan yang lebih positif menggambarkan bahwa ABK lebih banyak dilihat
persamaannya dengan anak kebanyakan dibandingkan hanya memerhatikan perbedaan
yang dimilikinya. Ketika seseorang dapat menyebutkan “anak penyandang
tunanetra”, itu memberikan pemaknaaan bahwa kata “anak” di depan memperlihatkan
pentingnya penerimaan kita akan anak itu sendiri, bukan sebagai sosok yang lain
tetapi anak secara utuh. Kata “penyandang buta” (tunanetra) menunjukkan bahwa
“buta” (tunanetra) merupakan kondisi yang dialami anak dan itu adalah persoalan
kedua yang harus menjadi perhatian kita. Dengan demikian penyebutan “anak
penyandang tunanetra” adalah untuk memperlihatkan bahwa anak itu lebih penting
daripada ketidakmampuan yang dialaminya.
Jadi,
janganlah kita menyebut anak-anak berkebutuhan khusus ini dengan sebutan anak
cacat, anak buta, anak autis, dan lain sebagainya, melainkan anak dengan
keterbatasan kemampuan fisik, anak dengan ketidakmampuan untuk melihat, anak
penyandang autisme, dan sebagainya.
MENERIMA KENYATAAN
Sebagai
seorang psikolog selama lebih kurang 20 tahun, sudah ratusan orangtua yang saya
temui dengan keluhan atau harus menghadapi anaknya yang didiagnosis sebagai
anak berkebutuhan khusus. Seorang sahabat bercerita, ketika anak yang
dilahirkannya didiagnosis mengalami sindroma down, ia pun merasa syok yang
hebat. Berbagai perasaan berkecamuk dalam dirinya; ia merasa tidak percaya akan
berita itu, sedih langsung menyergap, menolak kenyataan itu, bersalah mengapa
harus melahirkan anak dengan kondisi seperti itu, membayangkan anak itu akan
tumbuh dan berkembang berbeda dengan anak lain, hati selalu berkabung,
membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dengan lancar mengucapkan kata sindroma
down. Perasaan-perasaan seperti itulah yang berkecamuk pada orangtua ketika
mengetahui anaknya didiagnosis mengalami suatu kelainan.
Dalam
psikologi, ada yang dinamakan “siklus kedukaan”. Ketika orang dihadapkan pada
kenyataan yang menyakitkan, secara disadari atau tidak, dia akan berusaha
menyangkal kondisi itu. Selain itu, orang juga bisa mewujudkan kedukaan
tersebut dengan cara marah, entah marah kepada dirinya sendiri atau orang
sekitar yang terdekat. Pendampingan yang bersifat netral dapat membuat orang
keluar dari masa ini.
Ketika
kedua tahapan ini dapat diatasi, yang bersangkutan dapat masuk ke dalam tahapan
perundingan. Di sini ia mulai mencari cara untuk berkompromi, mulai bisa
melihat sisi positif dari kejadian yang dialaminya, dan mencari-cari jalan
penyelesaiannya. Jadi, ada tahapan depresi (sedih, perasaan tertekan) dan ada
tahapan dimana orang mulai bisa menerima kenyataan yang harus dihadapinya,
hingga akhirnya orang tersebut masuk pada tahapan penerimaan, yaitu bisa
menerima kenyataan hidup secara objektif (yang sebenarnya).
Demikian
juga pada orangtua yang harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya menyandang
kebutuhan khusus.
Mereka
akan melewati siklus ini, mungkin ada yang berhasil hingga bisa mencapai tahap
penerimaan tapi tidak sedikit yang terbelenggu pada tahap penolakan, kemarahan,
perundingan, atau depresi. Semua ini sangat bergantung pada kondisi fisik dan
psikologis (kejiwaan atau mental) ibu dan ayah, anak itu sendiri, serta
lingkungan sekitarnya. Dukungan positif dari lingkungan sekitar akan memberikan
dampak yang baik bagi orangtua dan anak penyandang kebutuhan khusus tersebut.
Tentunya
butuh waktu yang tidak sebentar bagi orangtua untuk bisa sampai pada tahapan
penerimaan. Ketika sudah mencapai tahapan penerimaan pun, bukan berarti akan
terus bertahan di tahap itu, karena bisa jadi malam mengalami kemunduran ke
tahap yang lebih rendah, lalu meningkat lagi, dan seterusnya.
Ada
salah satu orangtua dari anak penyandang autisme yang sudah menyadari bahwa
anaknya harus mendapatkan terapi tertentu. Dia lakukan terapi tersebut dengan
cukup tekun, bahkan dia pergi ke berbagai ahli untuk bisa “menyembuhkan”
anaknya. Dari cerita ini terlihat, sudah muncul pemahaman pada si ibu bahwa
anaknya harus mendapatkan perlakuan tertentu. Akan tetapi, bagaimana
kenyataanya? Ternyata tidak.
Hal
ini diperlihatkan dari cara si ibu memperlakukan anaknya sewaktu pergi ke
tempat terapi. Ketika anaknya turun dari mobil, si ibu akan membawa anaknya
seperti layaknya seseorang mengangkut sebuah karung barang: tangan si ibu
mencengkeram kuat tangan si anak dan menarik si anak untuk masuk ke ruang
terapi, sementara si anak berjalan dengan terseret-seret mengikuti ibunya.
Perlengkapan
minum, baju ganti, dan buku terapi hanya dimasukkan ke dalam kantong plastik
besar yang diikat dan dibawa oleh si ibu. Situasi seperti ini sangat jelas
memperlihatkan betapa sang ibu masih sulit untuk menerima sepenuh hati kondisi
anaknya. Walaupun ia tidak ragu untuk mengeluarkan uang ratusan juta rupiah
bagi pengobatan anaknya, tapi si ibu masih kesulitan untuk mengikuti proses
penyembuhan itu. Akibatnya, walaupun sudah hampir tiga tahun mengikuti terapi,
namun hasilnya belum tampak bermakna.
Ada
pula orangtua yang anaknya mengalami kelumpuhan pada kedua tangan dan kakinya,
tetapi si anak selalu disembunyikan di dalam rumah, jarang dibawa ke luar rumah
dan tidak pernah dibawa ke petugas kesehatan. Orangtua tersebut sepertinya
merasa malu, sementara si anak semakin bertambah umur semakin terlambat
perkembangannya dan orangtua pun menjadi bingung.
Kisah
lain terlihat pada anak yang mengalami keterlambatan bicara berikut ini. Si
orangtua, begitu mengetahui bahwa anaknya didiagnosis mengalami keterlambatan
bicara, langsung bahu-membahu untuk mengantarkan sang anak mengikuti terapi
bicara. Ibu dan ayah dengan sabar dan senang hati menunggu buah hatinya terapi bicara
2 kali seminggu. Terapi pun dilakukan dengan tertib dan disiplin; setiap tugas
yang diberikan oleh terapis dikerjakan dengan baik. Kesabaran, penerimaan yang
baik, serta kerja sama ibu dan ayah yang erat, terbukti memberikan hasil yang
bermakna.
Dalam
waktu 2 tahun, anak tersebut sudah bisa berbicara dengan cukup lancar dan bisa
mengikuti pendidikan prasekolahnya dengan baik.
Kedua
ilustrasi di atas diharapkan dapat memberikan gambaran bagi ibu dan ayah yang
memiliki anak berkebutuhan khusus bahwa tak mudah untuk menghadapi anak
berkebutuhan khusus. Kadang orangtua putus asa, tetapi kemauan dan usaha yang
keras dapat mengatasi kesulitan tersebut.
Memang,
tak dapat dipungkiri bahwa orangtua dari anak berkebutuhan khusus pasti
menghadapi lebih banyak kekhawatiran; bagaimana mereka membawa anaknya ke
pegawai kesehatan, pemilihan sekolah yang sesuai, berkunjung ke dokter secara
rutin, mengatasi stres dan frustrasi tingkat tinggi.
Walapun
demikian, orangtua harus tetap bisa berada dalam kondisi yang sehat, baik
secara fisik maupun psikologis.
TIP BAGI ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.
1. Segera bawa anak ke petugas kesehatan untuk diperiksa.
Ketika
ibu dan ayah menemukan kondisi bahwa anaknya termasuk anak yang berisiko
sebagai anak berkebutuhan khusus, segera bawa anak ke petugas kesehatan
setempat (pegawai puskesmas) atau dokter untuk diperiksa dan dilakukan rujukan
sesuai kondisi anak. Namun, ibu dan ayah
tidak perlu cepat-cepat memberikan label/cap kebutuhan khusus pada anaknya,
seperti anak yang tidak bisa bicara dan tidak mau bermain dengan teman sebaya
langsung dicap autis, anak usia batita yang bergerak terus dilabelkan
hiperaktif, dan lain-lain. Penentuan gangguan yang dialami anak harus dilakukan
oleh ahlinya.
2. Orangtua harus mendidik dirinya sendiri.
Pertama-tama
tentunya ibu dan ayah harus tahu tentang pola perkembangan anak. Selanjutnya,
dengan dibantu oleh guru dan pegawai kesehatan, orangtua memantau perkembangan
anak melalui DDTK pada kartu KMS ataukartu DDTK. Dengan begitu, ibu dan ayah
akan tahu, apakah perkembangan anaknya sudah sesuai atau belum.
Jika
sudah diketahui bahwa anak didiagnosis dengan kebutuhan khusus tertentu, maka
perbanyak pengetahuan dan informasi tentang gangguan atau penyakit yang
diderita oleh anak. Dengan demikian ibu dan ayah bisa memperlakukan anak secara
lebih tepat, karena orangtua adalah orang yang paling mengetahui karakteristik
dan kondisi anak. Juga, perbanyak diskusi dengan ahlinya tentang pengetahuan
dan informasi yang didapatkan orangtua untuk kepentingan si anak secara
proporsional (seimbang).
3. Penanganan lebih lanjut oleh tim ahli.
Anak
berkebutuhan khusus membutuhkan penanganan lanjut yang disesuaikan dengan
kebutuhannya. Sebagai langkah pertama, ibu dan ayah membawa anak yang dicurigai
ada gangguan atau keterlambatan perkembangan ke pospaud untuk dinilai oleh guru
dan petugas kesehatan. Apabila dinilai ada keterlambatan perkembangan atau
gangguan perkembangan akan dirujuk ke puskesmas.
Di
puskesmas sudah ada petugas kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan yang
siap membantu. Apabila memang anak tersebut berisiko termasuk anak berkebutuhan
khusus, biasanya memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit Kabupaten,berupa
pemeriksaan oleh dokter ahli, psikolog, dan kemudian menjalani terapi yang
sesuai dengan kebutuhan anak.
Sedangkan
untuk pendidikannya memerlukan pendidikan khusus seperti SLB (Sekolah Luar
Biasa), disesuaikan dengan diagnosis anak. Ketika memilih terapis, coba
perhatikan, selain pengalaman dan kemampuannya yang mumpuni, juga banyak
direkomendasikan (disarankan) oleh orangtua lainnya.
Carilah
tenaga profesional yang memiliki sikap optimis (penuh harapan) akan kondisi
anak dan memiliki antusiasme (minat yang besar) dalam menolong anak kita.
Terapis yang baik adalah terapis yang mampu bekerja sama dengan orangtua dan
anak, serta tahu betul dan bisa memberikan terapi yang benar-benar sesuai dengan
kondisi anak secara individu.
Terapis
seperti ini akan memberikan peluang yang besar agar anak bisa berkembang dengan
lebih baik.
4. Hidup dengan anak berkebutuhan khusus sangat penuh tuntutan
Sehingga
ibu dan ayah harus tinggal dalam lingkungan yang menunjukkan kesediaan untuk
menolong. Harus ada pembantu atau pengasuh yang juga belajar tentang
dasar-dasar terapi dan perlakuan yang harus diberikan kepada si anak, agar ibu
dan ayah bisa secara bergantian dengan pembantu atau pengasuh melakukan terapi
dan perlakuan tertentu di rumah. Ketika pembantu atau pengasuh menggantikan
peran orangtua, maka orangtua dapat memanfaatkan waktunya untuk beristirahat
dan mengumpulkan tenaga kembali, sehingga orangtua bisa terhindar dari
kelelahan yang amat sangat. Ikutlah bergabung dengan kelompok pendukung orangtua
anak berkebutuhan khusus yang sama, terlibat di dalam kelompok itu akan
memberikan penguatan secara fisik maupun mental.
Ibu
dan ayah dapat berbagi pengalaman dan memetik pengalaman dari orangtua lain
yang sudah lebih berpengalaman. Penguatan dari kelompok yang sama akan
memberikan makna yang sangat berarti. Seperti kegiatan yang dilakukan di klinik
tempat penulis bergabung, secara regular (teratur) melakukan pertemuan untuk
orangtua dari anak dengan sindroma down. Di dalam pertemuan itu dilakukan
berbagai macam kegiatan, dari penambahan pengetahuan tentang sindroma down,
pengembangan keterampilan di dalam melatih anak dengan sindroma down untuk
latihan BAB dan BAK maupun kegiatan sehari-sehari, juga kesempatan bagi ibu dan
ayah yang baru memiliki anak dengan sindroma down untuk berbagi kisah dengan
orangtua yang telah lama memiliki anak sindroma down, serta mendapatkan
dukungan moral dan cara-cara mengatasinya.
5. Mengubah harapan tentang apa-apa yang bisa dicapai oleh anak
berkebutuhan khusus.
Jangan
pernah mencoba membanding-bandingkan dengan anak lain; setiap anak memiliki
cara dan kecepatan untuk berkembang yang berbeda dan sangat khas. Apalagi jika
anak itu adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Lebih baik pusatkan
perhatian pada hal-hal yang bisa anak lakukan, cara ini akan mengurangi tingkat
stres ibu dan ayah dalam menghadapi anak. Ketika anak baru mampu mengaduk gula
di dalam segelas air teh, jangan memaksa ia untuk bisa membuat teh manis dengan
takaran yang pas secara mandiri. Jika anak berkebutuhan khusus kita memiliki
keterbatasan kemampuan intelektualnya, janganlah ibu dan ayah mempunyai harapan
tinggi pada anaknya untuk memiliki kemampuan di sekolah yang kurang lebih sama
dengan anak seusianya.
Lebih
baik ibu dan ayah mencoba mencari aspek-aspek lain dalam diri anak yang mungkin
masih bisa dikembangkan. Jika anak terlihat ada kemampuan di bidang olahraga
atau seni atau keterampilan lainnya, coba berikan wadah agar anak dapat
mengembangkan kemampuan itu. Mengutip kisah dari sahabat penulis tentang
anaknya yang berkebutuhan khusus namun memiliki kecerdasan gerak yang menonjol,
ia berikan kesempatan dan siapkan pelatih renang yang baik. Hasilnya, saat ini
anak tersebut sudah mampu melakukan empat macam gerakan renang, suatu kemampuan
yang mungkin tidak semua anak normal bisa mencapainya. Banyak anak autisme
memiliki kecerdasan gambar yang tinggi, sehingga orangtua dapat mengarahkan
dengan memasukkan anak ke sanggar lukis.
6. Bersikap proaktif (lebih aktif) atas perlakuan yang diberikan
kepada anak.
Jika
ibu dan ayah memiliki pertanyaan atas pengobatan atau perlakuan yang diberikan
kepada anaknya, maka ibu dan ayah wajib mempertanyakannya, tidak perlu ragu
karena itu merupakan hak orangtua. Ibu dan ayah adalah orang yang paling
mengenal anaknya, sehingga jikal ada perlakuan yang kurang tepat, ibu dan ayah
dapat menyampaikannya.
Menjadi
proaktif adalah cara untuk memastikan bahwa anak kita memperoleh perlakuan yang
tepat dan sesuai bagi dirinya dan kita telah berbuat segala sesuatu yang
mungkin kita lakukan bagi anak kita.
DDTK PUSKESMAS RSUD RSUP
DDTK
merupakan alat pemantauan perkembangan anak yang dapat dilakukan oleh orangtua
atau kader di rumah. Hasil pemantauan anak tersebut dapat diperkirakan apakah
ALB/ABK atau sesuai.
PUSKESMAS,
dokter, petugas kesehatan, perawat, bidan adalah orang-orang yang akan
memeriksa kembali ALB/ABK yang datang. Untuk ALB bisa ditangani di tingkat
puskesmas saja, namun jika ABK harus dirujuk ke tempat yang lebih lengkap yaitu
RSUD atau RSUP.
DAFTAR LEMBAGA PEMERHATI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
- Happy Kids Therapy, Jakarta. CP: Silvia Yuliani.
Telp. (021) 554 2722, 0812 8983 263. E-mail: silvia.yuliani@yahoo.com
- High/Scope Indonesia, Jl. TB Simatupang 8,
Cilandak, Jakarta 12430. Telp. (021) 7591 7888
- Indraprasta II – Bogor 16152. Telp. (0251) 835 4866
- Klinik Pela 9, Jl. Pela No. 9, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan. Telp. (021) 726 2849, (021) 7091 1966, (021) 7091 1966
- Klinik Tumbuh kembang Anak FLOWRIDHA, Perum Puri
Gentan Asri No. 7, Bulusan Rt 01 Rw 19, Sardonoharjo, Nganglik, Sleman,
Jogjakarta, CP: Dwi, Amd. OT. Telp. 0881 2682 738
- PERKUMPULAN PEDULI ANAK, JL. H. Ahmad Sobana Kav.
17-19, Bogor. Telp (0251) 7191957
- PG,TK, SD Lentera Insan, Jl. Akses UI (Samping
Puskesmas Tugu), Depok. Telp. (021) 919 1558
- Prasekolah, TK, SD Cikal, Jl. TB Simatupang Kav.
18, Jakarta. Telp. (021) 7590 2570/80
- RS Azra Jl. Pajajaran 219, Bogor , Telp. (0251) 318
456
- RSIA Hermina Bekasi, Jl. Kemakmuran No. 39,
Margajaya, Bekasi. Telp. (021) 884 2121 (Hunting). Fax. (021) 8895 2275.
E-mail: bekasi@herminahospitalgroup.com
- RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO, Jl. Diponegoro No.,71,
Jakarta Pusat. Telp. (021) 391 8301-11. Fax. (021) 3134 8991
- 22 Orang Tua dengan Anak yang Berkebutuhan Khusus
- Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin, Jl. Jend. A.
Yani No. 43, Banjarmasin 70233. Telp. (0511) 325 7472, (0511) 325 2180.
Fax. (0511) 252 229. Homepage: www.rsudulin.com
- SD Pantara. Jl. Senopati Raya 72, Kebayoran Baru,
Jakarta 12110. Telp. (021) 723 4581
- SD Umum Terpadu SPECTRUM Kelurahan Sawah Baru, RT
02/RW 05 (Dekat Pintu Tol BSD, Bintaro, Tangerang). Telp. (021) 7486 3152
- Sekolah Mandiga. Jl. Mulawarman No 3, Jakarta
Selatan. Telp. (021) 722 0153
- TK, SD Bani Saleh. Jl. Graha Permai 2 Blok E-5,
Margahayu, Bekasi Timur. Telp. (021) 881 7088
- TK, SD Islam Fitrah Al Fikri, Jl. Raden Saleh Raya,
Studio Alam TVRI, Sukmajaya, Depok., Telp. (021) 7782 6868
- Today’s Club Education. Villa Bogor Indah, Ruko
Blok E3/2 Lt. 2, Bogor. Telp. (0251) 656 587
- Yayasan Autisme Indonesia, Jl. Buncit Raya No 55,
Jakarta Selatan 12760. Telp.????
- Yayasan La Sipala. Komp. Baranang Siang Indah IV
Blok D No. 31, Bogor. Telp. (0251) 325 200
- Yayasan Mutiara Bunda di Gunung Putri, JL. Rambutan
VIII Blok C 19 no. 1 Bogor, Telp. (021) 867 0077
- Yayasan Mutiara Bunda. Villa Bogor Indah, Blok E3
No. 21, Bogor. Telp. (0251) 661 256
SUMBER BACAAN
1.
Family
Education department, Essential Parenting Tips, Singapore: Ministry of
Community Development and Sports. 2001
2.
http://rscm.co.id/
3.
http://www.businessballs.com/elisabeth_kubler_ross_five_stages_of_grief.htm
4.
http://www.ehow.com/how_2054838_deal-special-needs-children.html#ixzz0zOGeeElC
5.
http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=05241&rubrik=teropong
6.
Ichsan
Teti., Buah hatiku memiliki Sindroma down. Jakarta: Insos Books.2010
7.
Kaltimpost.co.id.
Oscar Yura Dompas (Rabu, 27 Mei 2009)
8.
kamera-digital
forum/ 14.09.2006
9.
www.rsiahermina.com/
Dra. Rahmitha, S.Psi
Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan
Nasional
Tahun 2011
0 comments:
Post a Comment