A.
Makna Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pada pasal 26 ayat 3 UU
Sisdiknas no 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan
dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) dahulunya dikenal sebagai pendidikan
prasekolah (Early Childhood Education) pada awal perkembangannya khususnya
di wilayah Eropa dan Amerika. Tokoh-tokohnya antara lain:
1.
Martin Luther, abad ke-15 (1483 – 1546), seorang ahli
berkebangsaan Jerman yang dikenal sebagai Bapak Reformasi yang mendorong orang
tua agar melakukan pendidikan agama untuk anak sejak di rumah.
2.
Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778), seorang ahli
berkebangsaan Perancis yang lahir di Geneva-Swiss, beliau mengajarkan
pendidikan alamiah kepada anak yang dinamakan naturalism.
3.
Johan
Heindrick Pestalozzi (1746 – 1827), seorang berkebangsaan Swiss yang
mengajarkan penggunaan metode pendidikan anak secara perpaduan antara faktor
alamiah dan praktis.
4.
Friederich
Wilhelm Froebel, abad ke-19 (1782 – 1852), seorang ahli berkebangsaan Jerman,
mengenalkan konsep kindergarten (taman kanak-kanak) pertama kali karena
beliau menganggap bahwa anak-anak perlu mendapat pengarahan dan bimbingan dalam
wadah atau tempat yang aman yaitu sebuah ”taman” untuk mengembangkan
kreativitasnya.
5.
John
Dewey (1859 – 1952), seorang ahli berkebangsaan Amerika, yang mengutamakan
pendidikan pada kebebasan anak menentukan minat-minatnya sendiri (child
centered education).
6.
Maria
Montessori (1870 – 1952), seorang ahli berkebangsaan Italia, yang mengajarkan
konsep bahwa persepsi anak terhadap dunia sebagai dasar dari ilmu pengetahuan,
dimana seluruh indera anak dilatih sehingga dapat menemukan hal-hal yang
bersifat ilmu pengetahuan.
7.
Mc
Millan Bersaudara (1911), ahli-ahli dari Inggris yang membangun sekolah nursery
(perawatan) yang pertama di London tahun 1911. Mereka berpendapat bahwa
pendidikan anak ditekankan pada kreativitas dan bermain dan perlu dilakukan
pengasuhan dan pendidikan yang tepat pada anak sebelum anak masuk sekolah.
8.
Jean
Piaget (1896 – 1980), ahli berkebangsaan Swiss, yang mengajarkan tiga hal yang
yang menyebabkan anak mengetahui sesuatu, yaitu: interaksi sosial; melalui
pengetahuan fisik; dan logika matematika (berhitung).
9.
Stanley
Hall (1800an),mendorong para pendidik untuk lebih banyak belajar tentang anak
dan psikologi yang merupakan acuan dasar dalam pengajaran (Ross, 1972).
10. J. Mc Vicker Hunt (1950), mengajarkan
pendidikan re-intervensi untuk mendidik anak-anak yang kurang mendaptkan
pengalaman karena kurang beruntung.
11. Benjamin Bloom (1964), mengajarkan
taksonomi dari tujuan pendidikan (tiga domain), yaitu: kognitif; afektif; dan
psikomotor.
12. Jerome Bruner (1970), mengajarkan program
intervensi sebagai program untuk mengubah elemen-elemen dalam lingkungan
masyarakat tempat anak tinggal sehingga anak menjadi aktif.
13. Constance Kamii (1989), mengajarkan konsep
autonomy yaitu anak dapat mendeteksi benar atau salah yang dilakukannya.
14. David Elkind, mengajarkan pendidikan anak
melalui dorongan dan membebaskan anak untuk menentukan kegiatannya sendiri
tanpa tekanan yang berarti.
15. Lilian Katz, mengutamakan pada proses
belajar mengajar di kelas yang artinya sekolah harus memberikan semua kebutuhan
yang berguna dan tepat bagi anak-anak.
16. David Weikart, menekankan pada proses
berpikir juga diiringi pengembangan bahasa.
Pada tahun 1960 di Amerika dan
negara-negara lain mengajukan dan menyajikan serta mendiskusikan masalah
pendidikan formal secara mendalam dan meluas yang berkaitan dengan masalah
pendidikan anak. Hasil kerja Piaget menjadi standard untuk para pelajar
mengenai masalah pendidikan dan psikologi. Sedangkan Bloom, menekankan pada
pengembangan intelektual sebesar 50 % yang dilaksanakan pada usia empat tahun,
karena usia tersebut sangat penting yang dapat mempengaruhi perkembangan anak
selanjutnya. Selama beberapa waktu yang singkat hal- hal tersebut kurang
dibahas dalam kebijakan pemerintah. Di California, perhatian serius diberikan
untuk mengembangkan kesempatan masuk sekolah bagi anak usia empat tahun. Komisi
kebijakan kependidikan dengan biaya yang telah diperkirakan mengajukan
proposal sebagai tindak lanjut bagi
pendidikan luar sekolah setara SD dan SMP pada tahun 1965 untuk menciptakan
laboratorium Nasional yang beragam dalam Pendidikan Usia Dini.
Robert M. Hutchins (1976, in
introduction) menyatakan tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diadakan untuk
menangani masalah-masalah ketidakmampuan anak-anak belajar sehingga harus dapat
menjadi rekomendasi kebijakan. PAUD tidak lain diarahkan untuk tujuan pedagogik.
Mungkin yang terpenting adalah melakukan analisis yang tepat sebagai strategi
perubahan dalam program implementasi walaupun telah ada penyelidikan di jenjang
lainnya, sehingga ada implikasi-implikasi penting untuk pendidikan anak usia
dini (PAUD).
Pada tahun 1960 hal-hal
seperti itu dibahas karena kekhawatiran adanya dampak pada praktik pendidikan
anak yang menjadi faktor pemotivasi keputusan Institute for Development of
Educational Activities, Inc (IDEA).
Philippe Aries (1976: 4)
menyatakan: ”that the idea or image of childhood prevailing in a society has
a contitutional feedback to the social institutions of that society.”
Artinya, bahwa ide atau citra penanganan
masalah kanak-kanak dalam masyarakat memiliki tanggapan konstitusional pada
lembaga-lembaga sosial masyarakat. Hal ini berarti permasalahan anak-anak
terutama anak usia dini diakui secara hukum.
Para ahli Antropologi pun
menjelaskan pentingnya variabel-variabel kebudayaan dalam menentukan bagaimana
masyarakat memandang anak-anak dan hak-haknya, aturan-aturannya, serta
peranannya.
UNESCO (United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization) dalam
pertemuan para ahli Pengembangan Psikologi Anak-anak menyimpulkan bahwa ada
empat nilai-nilai dalam program pendidikan anak prasekolah/PAUD, yaitu: (1)
pentingnya tahun-tahun awal dalam pengembangan anak; (2) pentingnya kritikan
dari keluarga dalam sosialisasi awal; (3) pengembangan keseluruhan anak; (4)
anak sebagai pembelajar aktif.
Pemikiran-pemikiran dari para
tokoh di atas telah mengawali proses berpikir kita mengenai Pendidikan anak
usia dini (PAUD). Bila kita tinjau kembali, dapat dikemukakan pengertian anak
usia dini atau prasekolah itu. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Biechler dan
Snowman (1993) bahwa anak prasekolah atau anak usia dini adalah mereka yang
berusia tiga sampai dengan enam tahun yang biasanya mengikuti program kindergarten.
Di Indonesia biasanya anak-anak usia dini tersebut mengikuti program TPA
(Tempat Penitipan Anak) bagi anak-anak berusia tiga bulan sampai dengan enam
tahun dan Kelompok bermain (berusia tiga tahun).
UU Sisdiknas no 20 tahun 2003,
menyatakan dalam pasal 1 ayat 14 bahwa PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
Pasal 4 UU Sisdiknas no 20
tahun 2003 ayat 3 menyatakan bahwa
pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Pada pasal 28 ayat 2 UU no 20
tahun 2003 menegaskan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan atau informal.
Adanya penjelasan-penjelasan
yang dituangkan dalam pasal dan ayat di dalam UU no 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas tersebut di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pendidikan anak usia
dini adalah suatu usaha terencana mulai dari sejak anak lahir sampai dengan
usia enam tahun melaui pemberian rangsangan-rangsangan tertentu yang ditujukan
untuk pemberdayaan anak dan pengembangan dirinya menuju pertumbuhan usia dan
kematangan dirinya hingga dewasa.
Prof. Marjory Ebbeck (1991),
seorang ahli tentang anak usia dini berkebangsaan Australia menyatakan bahwa: ”
Pendidikan anak usia dini adalah pelayanan kepada anak mulai lahir sampai
dengan umur delapan tahun.”
Dra. Hibana S. Rahman, M.Pd.
mengemukakan bahwa: ” Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah upaya yang
terencana dan sistematis yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak usia 0
– 8 tahun dengan tujuan agar anak mampu mengembangkan potensi yang dimiliki
secara optimal.
B.
Fungsi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Sebelum kita membahas fungsi
pendidikan anak usia dini, perlu diketahui tujuan program Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) secara umum dan khusus. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini secara
umum dalam buku yang ditulis oleh Dra. Hibana S. Rahman, M.Pd, yaitu memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh sesuai dengan
norma-norma dan nilai kehidupan yang dianut. Adanya program yang terencana dan
mantap dapat mengembangkan semua potensi anak. Sedangkan, tujuan khusus PAUD dalam
buku yang ditulis pula oleh Dra. Hibana S. Rahman, M.Pd adalah:
1. Anak dapat bergerak dan luwes.
2. Anak mengetahui cara pemeliharaan
kesehatan dan kebugaran tubuhnya.
3. Anak dapat berpikir kritis.
4. Anak cermat terhadap objek yang dilihatnya
dan dapat berimajinasi mental internal dan gambar-gambar.
5. Anak memiliki konsep diri, kontrol diri,
dan rasa memiliki.
6. Anak mampu mengembangkan rasa ingin
tahunya tentang dunia, rasa percaya diri sebagai murid, kreativitas dan
inisiatif pribadi.
7. Anak memahami keadaan diri manusia.
8. Anak menyadari dan memahami serta
mengapresiasi lingkungan dan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan.
9. Anak mengetahui peranan masyarakat.
10. Anak dapat berkomunikasi dengan baik.
11. Anak mampu menghargai dan
menginternalisasi nilai-nilai moral dan agama.
12. Anak peka terhadap lingkungan dan
bunyi-bunyi di sekitarnya.
Dra. Hibana S. Rahman, M.Pd menyatakan dalam
bukunya bahwa fungsi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau pendidikan
prasekolah adalah meliputi:
1. Penanaman aqidah (keyakinan pada Tuhan)
dan keimanan.
2. Pembentukan dan pembiasaan perilaku
positif.
3. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan
dasar.
4. Pengembangan motivasi dan sikap belajar
positif.
5. Pengembangan segenap potensi yang
dimiliki..
Fungsi-fungsi Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) menurut Ruth Bettelheim dan Ruby Takanishi pada dasarnya
tergantung pada negara masing-masing dalam menetapkan kebijakannya. Akan
tetapi, ada beberapa kesamaan dalam bagaimana prasekolah diterima dalam hubungan
sosial, budaya, politik, dan kebutuhan ekonomi masyarakat. Fungsi-fungsi
tersebut menurut mereka adalah:
1.
Pendidikan
prasekolah dipercaya memberikan persamaan kesempatan sosial dan kependidikan bagi
anak-anak.
2.
Di
seluruh dunia, pendidikan prasekolah menyiapkan anak-anak untuk bersekolah demi
keahlian akademik dasar dalam beberapa kasus; pembentukan perilaku;
nilai-nilai; serta tujuan yang diharapkan.
3.
Pendidikan
prasekolah diidentifikasikan sebagai penyiapan anak-anak untuk peranan sosial;
ekonomi; dan politik dalam masyarakat.
Fungsi-fungsi PAUD yang telah
dijelaskan di atas merupakan bentuk-bentuk usaha untuk menjadikan anak usia
dini sebagai manusia seutuhnya yang memiliki dasar atau fondasi sebagai patokan
atau pedoman bagi dirinya dalam menentukan atau mengambil keputusan untuk
melaksanakan kehidupannya di masa depan ketika diri anak usia dini tersebut
menjelang serta memasuki usia dewasa.
Oleh karena itu, peran serta
dari berbagai pihak, yaitu: keluarga dan guru adalah sangat penting untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak usia dini yang bersangkutan,
sehingga anak mengetahui cara dan petunjuk yang jelas dan tepat dalam
memutuskan tindakan-tindakannya dalam hidup.
BUKU SUMBER
1.
Konsep
Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), karangan: Dra. Hibana S. Rahman, M.Pd.,
terbitan PGTKI Press Yogyakarta.
2.
Standar
Nasional Pendidikan (SNP) yang dilengkapi UU no.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no.11 tahun 2005 tentang buku teks
pelajaran, terbitan Fokusmedia Bandung.
3.
Pendidikan
Anak Prasekolah, karangan: DR. Soemiarti Patmonodewo, terbitan Rineka Cipta
Jakarta.
4.
Early
Schooling in Asia,
karangan: Ruth Bettelheim and Ruby Takanishi, terbitan Institute for
Development of Educational Activities, Inc. 1976.
0 comments:
Post a Comment