Tema Parenting : (Senangnya Bisa Makan Sendiri)
Seri
Bacaan Parenting Orang Tua
- PENDAHULUAN
Makan merupakan kebutuhan setiap
manusia. Bahkan, saat masih berada di dalam kandungan pun, seseorang telah
membutuhkan asupan makanan. Dimulai dari memakan makanan yang diperoleh dengan
perantaraan ibu. Setelah lahir, anak pun mulai mengkonsumsi ASI sebagai makanan
utamanya hingga berusia enam bulan. Selanjutnya, anak mulai diperkenalkan
dengan berbagai variasi makanan lainnya, mulai dari yang lunak hingga yang padat.
Pada perkenalan awal, berbagai reaksi
dapat terjadi. Ada anak yang dengan mudah mencoba jenis makanan baru yang
diperkenalkan oleh ibu dan ayah, ada yang tidak. Dengan perkataan lain,
perkenalan awal ini bisa saja berlangsung dengan ¡§mulus¡¨, atau sebaliknya,
penuh dengan hambatan. Reaksi yang diberikan oleh ibu dan ayah pun bisa
berbeda, tergantung dari reaksi awal yang ditampilkan oleh anak. Jika anak
menampilkan reaksi yang sesuai dengan harapan ibu dan ayah, ibu dan ayah
cenderung akan senang.
Namun, jika anak menampilkan reaksi
yang tidak sesuai dengan harapan ibu dan ayah, apa jadinya? Bayangkan sejenak,
jika ibu sudah bersusah payah menyiapkan makanan untuk anak, namun anak menolak
untuk memakannya.Tidak semua ibu bisa menerima perilaku anak yang demikian.
Beberapa ibu mungkin akan marah dan memaksa anak untuk tetap makan. Beberapa
lainnya mungkin merasa tidak mampu mengasuh anak dengan baik.
Kejadian seperti itu tentu dapat
menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Padahal, pembentukan kebiasaan
makan yang menyenangkan haruslah dimulai sejak dini agar anak dapat tumbuh dan
berkembang secara sehat.
Dalam
buku ini, ibu dan ayah akan memperoleh informasi agar dapat lebih memahami:
„Ï
pengertian dari perilaku makan
„Ï
Hal-hal yang penting diketahui ibu dan ayah untuk mendukung perilaku makan anak
„Ï
manfaat kegiatan makan untuk anak
„Ï
tips praktis agar anak menyukai kegiatan makan
B.
SERBA-SERBI PERILAKU MAKAN
APA ITU PERILAKU MAKAN?
Perilaku makan dapat diartikan
sebagai reaksi-reaksi atau urutan tingkah laku yang berhubungan dengan makan,
termasuk di dalamnya cara pemberian makan, pola makan, dan jarak waktu
pemberian makan.
Seperti
telah dipaparkan sebelumnya, anak dapat menampilkan reaksi yang berbeda-beda
terhadap kegiatan makan. Ada yang mudah dikenalkan dengan makanan baru, ada
yang susah.
Ada yang mudah disuapi makanan, ada
yang selalu menolak. Berbagai upaya pun tak jarang dilakukan oleh ibu dan ayah
agar anak mau makan. Mulai dari duduk di kursi makan, mengajak bermain sambil
makan, bahkan ada yang sampai harus mengajak anak berjalan-jalan berkeliling
lingkungan rumah atau menanggap odong-odong hanya sekedar membuat anak mau
makan! Seberapa sering anak makan dalam sehari pun bisa beragam. Umumnya,
kegiatan makan berlangsung tiga kali dalam sehari, yang meliputi makan pagi
atau sarapan, makan siang, dan makan malam. Di sela-sela waktu makan tersebut,
tidak jarang ada pula kegiatan makan yang lain, seperti memakan penganan kecil,
seperti kue dan biskuit, serta kegiatan minum susu, terutama pada anak yang
masih berusia dini.
Waktu pemberian makan pun bisa
berbeda-beda pada tiap anak. Ada yang sarapan begitu bangun tidur, ada yang
bermain dulu sebentar baru kemudian sarapan. Ada yang makan malam pada pukul
lima sore, ada pula yang pukul tujuh. Akibatnya, jarak antara kegiatan makan
yang satu dengan kegiatan makan berikutnya pun bisa beragam antar anak yang
satu dengan anak yang lain.
C.
HAL-HAL YANG PENTING DIKETAHUI IBU DAN AYAH
UNTUK MENDUKUNG PERILAKU MAKAN ANAK
Seperti telah diceritakan sebelumnya,
orang tua, terutama ibu, bisa jadi merasa bahwa kesalahan ada pada dirinya di
saat anak menolak makanan yang telah disiapkan atau anak tidak mau diminta
makan sekalipun ibu telah melakukan berbagai usaha agar anak mau makan. Bisa
jadi ibu menilai dirinya kurang mampu mengasuh anak. Padahal, hal itu tidak
selalu benar! Bisa jadi masalahnya ada pada diri anak, misalnya anak memang
tergolong anak yang sulit untuk mencoba hal-hal baru, termasuk makanan, atau
cenderung tampil sebagai anak dengan suasana hati yang buruk, misalnya sering
rewel.
Oleh
karena itu, penting bagi ibu dan ayah untuk lebih memahami temperamen anak
serta memahami sejumlah ciri-ciri yang dimiliki oleh anak usia dini, sehingga
hal-hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendukung perilaku makan anak.
- Temperamen Anak
Temperamen anak adalah ciri-ciri yang
menggambarkan bagaimana seorang anak bertingkah laku terhadap orang lain atau
situasi tertentu. Ciri-ciri tersebut cenderung menetap. Misalnya, anak yang
sulit menyesuaikan diri akan membutuhkan waktu yang lama saat dikenalkan dengan
orang-orang baru, makanan baru, atau lingkungan yang baru.
Secara umum, ada tiga jenis
temperamen. Berdasarkan jenisnya tersebut, anak dapat digolongkan sebagai anak
yang mudah, anak yang sulit dan anak yang butuh pemanasan.
Ada
beberapa hal yang membedakan anak-anak dengan ketiga bentuk temperamen
tersebut, di antaranya adalah:
Irama tubuh, yaitu dapat-tidaknya
keteraturan biologis (misalnya waktu tidur, waktu makan) dan fungsi tubuh
(misalnya keinginan untuk Buang Air Kecil/BAK dan Buang Air Besar/BAB)
diramalkan. Hal ini umumnya terlihat saat anak masih bayi.
Anak yang mudah memiliki irama tubuh
yang dapat diramalkan, misalnya, ia akan menangis karena lapar pada jam-jam
tertentu. Hal itu berbeda dari anak yang sulit, karena jam makannya tidaklah
teratur. Bisa saja pada saat tertentu anak beberapa kali minta minum di tengah
malam. Anak yang butuh pemanasan memperlihatkan irama tubuh yang lebih teratur
daripada anak yang namun tidak seteratur anak yang mudah. Dapat dikatakan irama
tubuh mereka berada di antara anak yang sulit dan anak yang mudah.
Reaksi terhadap sesuatu yang baru,
artinya bagaimana sikap awal anak terhadap sesuatu yang baru, apakah mendekat atau
menjauh. Anak yang mudah cenderung lebih mau menerima makanan baru yang
diperkenalkan kepadanya. Hal itu berbeda dari anak yang sulit, yang cenderung
menolak. Sementara, anak yang ¡¥butuh pemanasan awalnya akan menolak, namun
kemudian akan lebih mau untuk mencoba apabila terus dicoba.
Kemampuan menyesuaikan diri, yaitu
lama-tidaknya waktu yang dibutuhkan anak untuk berhadapan dengan sesuatu yang
baru, misalnya waktu yang dibutuhkan hingga anak pada akhirnya mau makan di
meja makan. Anak yang mudah tidak butuh waktu yang lama untuk membiasakan diri
makan di meja makan. Hal itu berbeda dari anak yang sulit, mereka butuh waktu
yang cukup lama. Sementara, waktu yang dibutuhkan oleh anak yang butuh
pemanasan berada di antara waktu yang dibutuhkan oleh anak yang mudah dan anak
yang sulit.
Batas usaha, yaitu seberapa gigih ibu
dan ayah harus berusaha hingga anak mau mencoba sesuatu. Orang tua dari anak
yang mudah tidak butuh usaha keras untuk mengajak anak makan. Orang tua dari
anak yang ¡¥sulit¡¦ butuh usaha yang besar, sedangkan orang tua dari anak yang
¡¥butuh pemanasan¡¦ butuh usaha yang sedang untuk membuat anak mau makan.
Suasana hati, yaitu perbandingan
antara jumlah perilaku yang menyenangkan (misalnya tersenyum dan tertawa) dan
perilaku yang tidak menyenangkan (misalnya, menangis) dari anak, termasuk
perilaku pada saat makan. Anak yang mudah¡¦ lebih banyak tersenyum dan tertawa dibandingkan
anak yang sulit dan anak yang butuh pemanasan¡¦, namun anak yang ¡¥sulit¡¦
menunjukkan perilaku tidak menyenangkan yang lebih banyak.
Dengan mengetahui temperamen anak, ibu
dan ayah diharapkan dapat menyesuaikan harapan dan tuntutannya terhadap anak.
Sebagai contoh, jika ibu dan ayah mengenali bahwa anak tergolong anak yang
¡¥sulit¡¦, ibu dan ayah akan lebih bersabar saat mengajak anak makan, lebih
memahami bahwa anak butuh waktu untuk mencoba makanan baru yang diperkenalkan,
yang mungkin tidak secepat anak-anak yang lain, dapat menerima kerewelan anak
saat diajak makan tanpa membalas dengan kemarahan, serta mencoba berbagai cara
agar anak mau makan atau menyukai makanan yang diperkenalkan.
- Ciri-ciri Perkembangan Anak
Terdapat beberapa ciri perkembangan
anak usia dini yang penting diketahui oleh ayah dan bunda, terkait dengan
kegiatan pemberian makan pada ananda, yaitu:
- Berkembangnya keinginan untuk
mandiri.
Dengan kemampuan bahasa dan kemampuan
gerak yang terus meningkat, anak selanjutnya mengembangkan keinginan untuk
dapat melakukan berbagai hal sendiri, termasuk keinginan untuk makan sendiri.
Sekitar usia 1 tahun, anak umumnya sudah menunjukkan keinginan untuk makan
sendiri. Mereka sedang mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk
memasukkan makanan ke dalam mulut tanpa tumpah.
Pemberian makanan yang dapat
digenggam oleh jari anak, seperti biskuit untuk bayi, sejak anak berusia 6
bulan akan membuat anak lebih siap untuk makan dengan menggunakan sendok untuk
jenis makanan yang lain. Ibu dan ayah tidak perlu khawatir, karena meskipun belum
mempunyai gigi, anak mempunyai gusi yang kuat dan air liur yang cukup untuk
menghancurkan biskuit. Selanjutnya, untuk anak yang sudah tumbuh gigi, dapat
diberikan potongan buah-buahan yang bisa digenggam.
Namun, keterampilan untuk bisa makan
sendiri tentunya sangat tergantung dari kesempatan yang diberikan ibu dan ayah
kepada anak untuk makan sendiri.
Di
bawah ini, ayah dan bunda dapat melihat tabel yang memaparkan perkembangan anak
terkait dengan kegiatan minum dan makan sendiri.
Kemampuan
minum sendiri (dengan cangkir)
|
|
15
bulan
|
Memegang
cangkir dengan cara digenggam.Cenderung untuk memiringkan cangkir terlalu
cepat sehingga air banyak yang tumpah, perlu pengawasan dari ibu dan ayah
|
18
bulan
|
Mengangkat
cangkir ke mulut dan minum dengan tepat. Menyerahkan cangkir yang sudah
kosong ke ibu/ayah, namun jika ibu/ayah tidak ada cenderung untuk menjatuhkan
cangkir begitu saja
|
21
bulan
|
Memegang
cangkir dengan baik: mengangkat, minum, dan meletakkan kembali
|
24
bulan
|
Memegang
gelas kecil dengan satu tangan saat minum
|
36
bulan
|
Menuang
air dari tempat minum/teko
Tabel
Perkembangan Minum dan Makan Sendiri
|
Kemampuan makan sendiri (dengan sendok)
|
|
15
bulan
18
bulan
24
bulan
36
bulan
|
Memegang
sendok dan menyendok makanan di piring
Belum
terampil menyendok makanan.
Jika
mengarahkan sendok ke mulut cenderung memutar sendok ke arah bawah sebelum
masuk ke mulut
Menyendok
makanan
Sulit
memasukkan sendok ke mulut, cenderung memutar sendok di dalam mulut
Banyak
makanan yang tumpah
Memasukkan
sendok ke dalam mulut tanpa memutar sendok
Jumlah
makanan yang tumpah tergolong sedang
Sedikit
makanan yang tumpah
|
Respons umum terhadap makanan
|
|
15
bulan
18
bulan
24
bulan
36
bulan
48
bulan
60
bulan
|
Tertarik
untuk ikut serta dalam kegiatan makan
Menyerahkan
piring kosong kepada bunda
Memperlihatkan
kebutuhan untuk makan sendiri
Cenderung
berlama-lama dan memainkan makanan, khususnya mengaduk-aduk makanan
Menolak
makanan
Sedikit
bercakap-cakap saat makan
Jarang
butuh bantuan untuk menghabiskan makan
Tertarik
makan di meja makan namun sering bangun dari kursi
Berbicara
sementara melakukan kegiatan makan
Dapat
mengatur meja makan dengan baik
Memiliki
keinginan untuk memilih menu
Seimbang
antara makan dan bicara
Jarang
bangun dari kursi
Senang
melayani diri sendiri (misalnya mengambil makanan sendiri)
Makan
dengan cepat
Banyak
bicara dan mau berbagi selama waktu makan
|
Bersikap
membangkang
Pernahkah ibu dan ayah meminta anak
untuk makan malam dan ia bilang ¡¥tidak¡¦. Kemudian, saat ibu dan ayah hendak
pergi tidur, tiba-tiba anak minta disiapkan makan malam? Sebenarnya, apa yang
dilakukan oleh anak masih terkait dengan keinginannya untuk mandiri. Dalam hal
ini, anak ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat membuat keputusan tentang
kegiatannya sehari-hari tanpa campur tangan orang dewasa. Namun, orang tua
sering memandang perilaku anak yang demikian sebagai perilaku melawan atau
membangkang.
Sebenarnya, perilaku tersebut adalah
sesuatu yang tergolong wajar, sebagai bagian dari proses pencapaian kemandirian
anak. Namun, ibu dan ayah juga perlu mulai mengembangkan batasan dan aturan
untuk anak, termasuk membuat aturan mengenai kegiatan makan secara jelas.
Dalam membuat aturan, gunakan kalimat
yang langsung menunjukkan tingkah laku apa yang diharapkan dari anak, seperti
¡§makan di meja makan¡¨ dan bukan kalimat larangan, seperti ¡§jangan makan di
kamar¡¨. Anak yang usianya lebih kecil bisa langsung digendong ke meja makan
tanpa ibu dan ayah harus banyak berkata-kata. Anak yang usianya lebih besar
dapat diajak untuk memikirkan akibat dari tindakannya yang ingin makan di
waktu-waktu sesukanya, misalnya ¡§Besok pagi kan kakak harus sekolah.
Apa jadinya kalau kakak tidur kemalaman
karena baru makan jam sepuluh malam?¡¨. Atau ibu dan ayah juga dapat
menunjukkan perasaan keberatan atas tingkah laku anak dengan cara yang tidak
memojokkan anak, misalnya ¡§Ibu besok pagi pasti lelah dan mengantuk karena
malam-malam masih harus merapikan meja makan dan mencuci piring. Bisa-bisa
besok pagi Ibu terlambat menyiapkan sarapanmu¡¨.
Banyak energi dan mudah teralih perhatiannya
Anak, khususnya yang sudah dapat
berjalan dan berlari, mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dapat menjelajahi
lingkungan sekitarnya. Mereka seakan tidak bisa diam dan justru merasa lelah
jika diminta untuk duduk diam. Tak heran, jika anak seakan ¡¥tidak betah¡¦
untuk duduk di kursi makan dan ingin segera beranjak.
Rentang perhatian anak pun dapat
dikatakan terbatas. Hal itu dapat membuat mereka tidak bisa bertahan lama dalam
kegiatan makan, apalagi jika anak tidak melakukan apa-apa (hanya disuapi).
Rata-rata rentang perhatian yang dimiliki oleh anak usia 2 tahun adalah 7
menit. Selanjutnya, anak usia 3 tahun memiliki rentang perhatian selama „b „b 9
menit, 12 menit untuk anak usia 4 tahun, dan 14 menit untuk anak usia 5 tahun.
Saat anak mulai gelisah, ibu dan ayah
harus mencari cara-cara yang kreatif agar anak tetap bertahan pada kegiatan
makan. Misalnya, ibu dapat berkata, Dek, coba deh lihat, Bunda buat mata dan
mulut di mangkuk bubur adek dari tahu dan wortel¡¨ atau Tolong kak, sepedanya
kehujanan, mau berteduh di dalam rumah¡¨ sambil menggerakkan sendok berisi
makanan ke arah mulut anak. Ibu juga dapat mengetuk-ngetukkan sendok ke mangkuk
sehingga menghasilkan bunyi-bunyi tertentu untuk menarik perhatian anak dan
sebagai tanda waktu makan segera tiba.
Sudah paham perintah dan senang meniru tingkah laku orang lain
Sekitar usia 6 hingga 12 bulan, anak
sudah mulai dapat meniru dan mengikuti perintah sederhana. Oleh karena itu, ibu
dan ayah dapat menjadi model bagi anak terkait dengan kegiatan makan. Ketika
menyuapi anak yang usianya lebih muda, ajaklah anak bicara, misalnya ¡§Ayo buka
mulutmu¡¨ atau ibu dan ayah juga dapat ikut membuka mulut. Untuk anak yang
usianya lebih tua, ibu dan ayah dapat mengatakan Tusuk dagingnya dengan garpu,
tahan, lalu potong dagingnya dengan sendok, seperti ini¡¨ sambil menunjukkan
caranya pada anak.
Ibu dan ayah juga dapat ikut minum
susu atau makan sayur bersama anak sehingga anak pun memiliki keinginan untuk
mencoba karena melihat ibu dan ayah menikmati makanan yang dimakan. Jika ibu
dan ayah tidak menyukai satu jenis makanan tertentu, jangan perlihatkan
ketidaksukaan tersebut di hadapan anak. Melalui kegiatan makan, anak juga
belajar mengatakan ¡§Tolong¡¨ dan ¡§Terima kasih¡¨ dari meniru perkataan ibu
dan ayah pada saat makan.
Senang bermain
Anak-anak menyukai kegiatan bermain.
Mereka senang bermain dengan benda-benda di sekitarnya ataupun bermain
pura-pura (misalnya, pura-pura makan, pura-pura memasak). Oleh karena itu,
kegiatan makan pun dapat disuguhkan dalam situasi yang menyenangkan. Salah satu
kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengajak anak mempersiapkan makanannya sendiri.
Anak dapat diminta untuk mengaduk atau menambahkan bumbu-bumbu. Anak juga dapat
diajak berlomba untuk meminum segelas susu.
Pemilih makanan
Saat anak menginjak usia 3 tahun,
kebutuhan anak akan makan cenderung berkurang. Selera makan mereka pun juga
menurun dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hal itu dapat dipahami mengingat
tingkat perkembangan anak pada masa ini tidak secepat pada masa bayi. Bisa juga
karena anak lebih sering mengemil atau lebih banyak minum susu. Untuk itu,
jangan paksa anak untuk makan. Perlu ibu dan ayah ketahui, anak pasti akan
meminta makan saat ia lapar.
Dalam keadaan seperti ini, ada
baiknya ibu dan ayah mencari tahu dan meluangkan waktu untuk mendengarkan
cerita anak. Cari tahu mengapa anak tidak memiliki selera ataupun tidak mau
makan. Sebaiknya, ibu dan ayah tidak langsung menyalahkan atau menasihati anak
tanpa tahu apa penyebabnya.
Coba berikan pula makanan yang lebih
bervariasi atau tanyakan pada anak makanan yang ingin ia makan. Saat anak ingin
dibuatkan makanan tertentu, minta anak untuk bertanggung jawab terhadap
pilihannya. Minta anak untuk memakan makanan yang telah dipilihnya. Buatlah
perjanjian untuk itu sebelumnya.
D.
MANFAAT KEGIATAN MAKAN UNTUK ANANDA
Ibu dan ayah, kegiatan makan tidak
semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan anak akan gizi yang seimbang
agar kelak anak dapat tumbuh menjadi anak yang kuat dan sehat. Ada sejumlah
manfaat lain yang dapat dicapai dari kegiatan makan.
Pertama, kegiatan makan merupakan
saat-saat yang dapat mendekatkan hubungan antara ibu-ayah dan anak. Melalui
kegiatan makan, anak dapat mengembangkan rasa aman dan percaya kepada ibu dan
ayah. Rasa aman dan percaya tersebut berkembang karena anak melihat bahwa ibu
dan ayah cukup peka dan cepat tanggap terhadap kebutuhan anak akan makan dan
minum. Dalam hal ini, sifat peka terkait dengan kemampuan ibu dan ayah untuk
memberi perhatian terhadap tanda-tanda lapar dan haus yang ditampilkan oleh
anak dan memberi arti pada tanda-tanda tersebut secara tepat. Sebagai contoh,
ada anak yang menangis saat lapar atau haus, adapula yang menjadi rewel dan
marah-marah. Ibu dan ayah yang peka juga dapat memahami kondisi anak yang sudah
kenyang, bosan terhadap jenis makanan yang diberikan, atau ingin mencoba untuk
makan sendiri.
Selanjutnya, cepat tanggap
menunjukkan kemampuan ibu dan ayah untuk mengambil tindakan yang tepat sehingga
anak merasa bahwa tanda-tanda yang ditampilkannyalah yang membuat ibu dan ayah
melakukan sesuatu untuknya. Sebagai contoh, ibu yang paham bahwa anak menangis
karena lapar akan segera menyiapkan atau menyuapi anak makanan. Ibu juga tidak
akan memaksa anak yang terlihat sudah kenyang untuk terus menghabiskan
makanannya, mencoba mengganti menu makanan ketika anak terlihat sudah bosan
dengan menu harian yang diberikan, dan membiarkan anak untuk mencoba makan
sendiri.
Kedua, kegiatan makan yang dilakukan
pada tempat dan waktu-waktu tertentu dapat membentuk pola makan yang baik dan
memperkenalkan anak pada suatu rutinitas baru. Ditambah dengan pembiasaan untuk
duduk di meja makan pada saat makan, disiplin anak akan terlatih. Jika
memungkinkan, sediakan tempat khusus di mana anak seharusnya duduk. Lakukan
terus hal itu untuk membentuk kebiasaan makan anak. Jangan mengajak anak makan
sambil menonton tivi atau berjalan-jalan di sekitar rumah. Kegiatan menonton
tivi atau berjalan-jalan justru seharusnya menjadi ¡§hadiah¡¨ jika anak telah
menyelesaikan kegiatan makan atau minumnya. Ingatlah bahwa rutinitas bahkan
sudah mulai dapat dibentuk sejak anak berusia 3 bulan!
Ketiga, kegiatan makan dapat
meningkatkan wawasan pengetahuan anak. Melalui kegiatan makan, ibu dan ayah
dapat memperkenalkan berbagai warna, misalnya warna kuning untuk kentang, hijau
untuk bayam, dan oranye untuk wortel. Ada baiknya dalam pengenalan warna
tersebut, anak diperkenalkan hanya satu warna dalam satu kali penyajian makanan
sehingga anak benar-benar memusatkan perhatiannya pada warna tertentu, misalnya
sajikan anak jagung rebus dan air jeruk atau bubur sumsum yang diberi sepuhan
daun suji dan jus alpukat. Dalam kegiatan makan, anak juga dapat diperkenalkan
dengan permukaan kasar dan halus, seperti kembang kol dan agar-agar. Kondisi
hangat dan dingin juga dapat dikenalkan kepada anak saat ia meminum segelas
susu hangat atau memakan setangkai es krim. Hal lain yang dapat diperkenalkan
kepada anak adalah bermacam-macam bentuk, misalnya bentuk kotak untuk tahu dan
lingkaran untuk kuning telur.
Pengenalan rasa, seperti manis, asin,
dan asam, serta pengertian akan jumlah benda, misalnya menghitung jumlah kacang
merah yang ada dalam mangkuk sup atau menyendok lima sendok susu, juga dapat
diberikan. Dengan memperkenalkan hal-hal tersebut, ibu dan ayah dapat
memperkaya perbendaharaan kosa kata anak. Anak pun juga dapat belajar
mengelompokkan makanan, seperti yang mana saja yang termasuk sayur, buah, atau
daging.
Keempat, kegiatan makan melatih
kemandirian anak untuk makan sendiri. Memberikan kesempatan kepada anak untuk
makan sendiri terkadang terlupakan oleh ibu yang ingin anak cepat-cepat
menghabiskan makanannya, khawatir anak hanya memainkan makanan, atau hanya
makan sedikit jika dibiarkan makan sendiri. Belum lagi alasan kerepotan karena
harus membersihkan sisa-sisa makanan anak yang tumpah di atas meja dan lantai
(untuk itu, lihat kembali tabel perkembangan minum dan makan sendiri agar ibu
dan ayah dapat menerima dan memaklumi perilaku makan anak)..
Ciptakan situasi yang menyenangkan
dalam kegiatan makan, misalnya ajak anak menyiapkan dan memasak makanan
bersama. Anak bisa diminta untuk menuangkan bubuk agar-agar ke dalam panci
selagi panci belum dipanaskan, mengambilkan telur, atau mengoles sendiri
rotinya dengan mentega dan menabur gula di atasnya. Anak juga bisa diajak untuk
berbelanja di pasar dalam rangka persiapan memasak atau mengajak anak untuk
menebak nama buah dari rasanya seraya menutup mata anak dengan sehelai kain
Hindari pemberian ancaman, teriakan,
dan hukuman karena semua itu akan membuat anak memandang kegiatan makan sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan. Tersenyumlah saat memberi atau mengajak anak
makan.
Sajikan
makanan sebelum anak kesal atau lelah. Penting bagi anak untuk beristirahat
sejenak sebelum makan setelah melakukan kegiatan yang banyak menguras tenaga,
misalnya dengan cara membacakan buku cerita untuk anak. Hal itu akan membuat
anak bereaksi lebih positif terhadap kegiatan makan.
Untuk mencoba makanan baru,
perkenalkan makanan tersebut pada anak dalam jumlah kecil. Sebaiknya pemberian
dipasangkan dengan jenis
E.
PENUTUP
Membentuk perilaku makan yang sehat
sejak usia dini merupakan suatu hal yang penting. Tidak hanya terkait dengan
jenis makanan yang dimakan, perilaku makan meliputi pula pembiasaan dan
rutinitas yang terbentuk terkait dengan kegiatan makan. Saat anak masih berusia
dini, peran ibu dan ayah untuk membentuk perilaku makan anak sangatlah besar.
Ibu dan ayahlah yang pertama kali memperkenalkan anak pada berbagai jenis
makanan. Ibu dan ayah pula yang memberikan pengalaman makan pada anak sebagai
sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Selanjutnya, pengalaman
tersebut akan berdampak terhadap hubungan antara anak dan ibu-ayah, apakah akan
terbentuk hubungan yang hangat atau tidak.
Agar anak mendapatkan manfaat yang
besar dari kegiatan makan dan agar ibu dan ayah tidak merasa gagal dalam
mengasuh anak, ibu dan ayah perlu memahami ciri-ciri perkemSenangnya bangan
anak, termasuk pula temperamen yang dimiliki oleh anak. Pemahaman terhadap hal
tersebut akan membuat ibu dan ayah lebih dapat menetapkan tuntutan dan harapan
yang sesuai dengan kondisi anak, terutama dalam hal yang terkait dengan
kegiatan makan.
Akhirnya, ibu dan ayah perlu
menciptakan berbagai cara yang dapat membuat anak menyukai kegiatan makan.
Perlu diingat bahwa tidak ada satu cara yang berlaku untuk semua anak. Oleh
karena itu, ibu dan ayah perlu pandai-pandai memikirkan cara agar anak mau
makan. Pikirkan berbagai menu makanan. Ciptakan pula cara penyajian dan
cara-cara yang menarik untuk mengajak anak terlibat dalam kegiatan makan.
Selamat menjadi ibu dan ayah yang kaya akan cara! Didukung dengan penerimaan
terhadap diri anak apa adanya, semangat, dan kesabaran, Ibu dan Ayah pasti
dapat mengatasi segala tingkah polah anak, khususnya yang terkait dengan
perilaku makan.
Sumber Bacaan :
Children, play and development oleh
FP Hughes. Allyn ¡E and Bacon, tahun 1999.
Guiding young children oleh V.
Hildebrand. Collier ¡E Macmillan Publishers, tahun 1975.
How to help children with common
problem. Oleh CE ¡E Schaefer, HL Millman. Van Nostrand Reinhold Company, tahun
1981.
http://dictionary.sensagent.com/eating+behavior/en-¡E
en/, tahun 2010.
Human development oleh DE Papalia, SW
Olds, dan ¡E RD Feldman. McGraw-Hill Companies Inc, tahun 2009.
Lifespan development oleh JS Turne,
DB Helms. ¡E Harcourt Brace College Publishers, tahun 1987.
Parenting: a life span perspective
oleh CA Martin, KK ¡E Colbert. McGraw-Hill, tahun 1997.
Play and early childhood development
oleh JE Johnson, ¡E JF Christie, dan TD Ywekey. Longman, tahun 1999.
Positive parenting from A to Z oleh
KR Josli. Fawcett ¡E Columbine, tahun 1994.
The first five years of life: a guide
to the study of the pr-¡E school child oleh A. Gesell. Methuen & Co, Ltd,
tahun 1978.
The process of parenting oleh JB
Brooks. Mayfield ¡E Publishing Company, tahun 1991.
Rini
Hildayani, M.Si
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
0 comments:
Post a Comment